Pemimpin dan Kepemimpinan merupakan suatu
kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural maupun fungsional.
Banyak muncul pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan kepemimpinan, antara lain :
Pemimpin adalah figur
sentral yang mempersatukan kelompok (1942)
Kepemimpinan adalah keunggulan seseorang atau beberapa
individudalam kelompok, dalam proses mengontrol
gejala-gejala sosial
Brown (1936)
berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan tetapi
boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal sama, Krech dan
Crutchfield memandang bahwa dengan kebaikan dari posisinya yang khusus dalam kelompok ia berperan
sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana kelompok, tujuan
kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.
Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan meng-handel orang lain
untuk memperoleh hasil yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja
sama yang besar, kepemimpinan merupakan
kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.
Pemimpin adalah
individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok bergerak
untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.
Muncul
dua pertanyaan yang menjadi perdebatan mengenai pemimpin,
Apakah seorang pemimpin
dilahirkan atau ditempat?
Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat
dialihkan dari satuorganisasi ke organisasi yang lain oleh seorang
pemimpin yang sama?
Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita
lihat beberapa pendapat berikut :
Pihak yang berpendapat
bahwa “pemimpin itu dilahirkan” melihat bahwa seseorang hanya akan menjadi
pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat kepemimpinannya.
Kubu yang menyatakan
bahwa “pemimpin dibentuk dan ditempa” berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat
dibentuk dan ditempa. Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada
yang bersangkutan untuk menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas
kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan pendidikan dan latihan kepemimpinan.
Sondang
(1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya akan menjadi seorang pemimpin yang
efektif apabila :
seseorang secara
genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan
bakat-bakat tersebut
dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki jabatan
kepemimpinannya
ditopang oleh
pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang
bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.
Untuk menjawab pertannyaan kedua dapat
dirumuskan dua kategori yang sudah barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi:
Keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi dengan
sendirinya dapat dilaihkan kepada kepemimpinan oleh
orang yang sama diorganisasi lain
Keberhasilan seseorang
memimpin satu organisasi tidak
merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.
Tipe-tipe Kepemimpinan :
Tipe Otokratik
Semua ilmuan yang
berusaha memahami segi kepemimpinanotokratik
mengatakan bahwa pemimpin yang tergolong otokratik dipandang sebagai
karakteritik yang negatif.
Dilihat dari persepsinya
seorang pemimpin yang otokratik adalah seseorang yang sangat egois. Seorang
pemimpin yang otoriter akan menujukan sikap yang menonjolkan “keakuannya”,
antara lain dalambentuk :
kecenderungan
memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka
pengutmaan orientasi
terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengkaitkan pelaksanaan tugas
itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
Pengabaian peranan para
bawahan dalam proses
pengambilan keputusan.
Gaya kepemimpinan yang dipergunakan
pemimpin yang otokratik antara lain:
·
menuntut ketaatan penuh dari para bawahannya
·
dalam menegakkan disiplin
menunjukkan keakuannya
·
bernada keras dalam pemberian
perintah atau instruksi
·
menggunakan pendekatan punitif dalamhal terhadinya penyimpangan
oleh bawahan.
Tipe Paternalistik
Tipe pemimpin
paternalistik hanya terdapat di lingkungan masyarakat yang bersifat
tradisional, umumnya dimasyarakat agraris. Salah satu ciri utama masuarakat
tradisional ialah rasa hormat yang tinggi yang ditujukan oleh para anggiota
masyarakat kepada orang tua atau seseorang yang dituakan.
Pemimpin seperti ini
kebapakan, sebagai tauladan atau panutan masyarakat. Biasanya tiokoh-toko adat,
para ulama dan guru. Pemimpin ini sangat mengembangkan sikap kebersamaan.
Tipe Kharismatik
Tidak banyak hal yang
dapat disimak dari literatur yang ada tentang kriteria kepemimpinan yang kharismatik.
Memang ada karakteristiknya yang khas yaitu daya tariknya yang sangat memikat
sehingga mampu memperoleh pengikut yang jumlahnya kadang-kadang sangat besar.
Tegasnya seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang yang dikagumi oleh
banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu dapat menjelaskan
secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi.
Tipe Laissez Faire
Pemimpin ini berpandangan
bahwa umumnya organisasi akan
berjalan lancar dengan sendirinya karena para anggota organisasiterdiri dari orang-orang
yang sudah dewasa yang mengetahui apa yang menjadi tujuan organisasi, sasaran-sasaran apa yang
ingin dicapai, tugas apa yang harus ditunaikan oleh masing-masing anggota dan
pemimpin tidak terlalu sering intervensi.
Karakteristik dan gaya kepemimpinan tipe ini adalah :
pendelegasian wewenang
terjadi secara ekstensif
pengambilan keputusan
diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang lebih rendah dan kepada petugas
operasional, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang nyata-nyata menuntut keterlibatannya langsung.
Status quo
organisasional tidak terganggu
Penumbuhan dan
pengembangan kemampuan berpikir dan bertindah yang inovatif diserahkan kepada
para anggota organisasi yang
bersangkutan sendiri.
Sepanjang dan selama
para anggota organisasi menunjukkan
perilaku dan prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam organisasi berada pada tingkat yang minimum.
·
Tipe Demokratik
·
Pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku
koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi.
·
Menyadari bahwa mau tidak mau organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga
menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan yang tidak bisa tidak
harus dilakukan demi tercapainya tujuan.
·
Melihat kecenderungan adanya pembagian peranan sesuai dengan
tingkatnya.
·
Memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi dan menjunjung
harkat dan martabat manusia
·
Seorang pemimpin demokratik disegani bukannya ditakuti.
·
Ciri ciri pemimpin dan kepemimpinan yang
ideal antara lain :
·
Pengetahuan umum yang luas, semakin tinggi kedudukan seseorang dalamhirarki kepemimpinan organisasi, ia semakin dituntut untuk
mampu berpikir dan bertindak secara generalis.
·
Kemampuan Bertumbuh dan Berkembang
·
Sikap yang Inkuisitif atau rasa ingin tahu, merupakan suatu
sikap yang mencerminkan dua hal: pertama, tidak merasa puas dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki; kedua, kemauan dan keinginan untuk mencari dan
menemukan hal-hal baru.
·
Kemampuan Analitik, efektifitas kepemimpinan seseorang tidak lagi pada kemampuannya
melaksanakan kegiatan yang bersifat teknis operasional, melainkan pada
kemampuannya untuk berpikir. Cara dan kemampuan berpikir yang diperlukan dalah
yang integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah.
·
Daya Ingat yang Kuat, pemimpin harus mempunyai kemampuan
inteletual yang berada di atas kemampuan rata-rata orang-orang yang
dipimpinnya, salah satu bentuk kemampuan intelektual adalah daya ingat yang
kuat.
·
Kapasitas Integratif, pemimpin harus menjadi seorang integrator
dan memiliki pandangan holistik mengenai orgainasi.
·
Keterampilan Berkomunikasi secara Efektif, fungsi komunikasi dalam organisasiantara lain : fungsi motivasi, fungsi ekspresi emosi,
fungsi penyampaian informasi dan fungsi pengawasan.
·
Keterampilan Mendidik, memiliki kemampuan menggunakan kesempatan
untuk meningkatkan kemampuan bawahan, mengubah sikap dan perilakunya dan
meningkatkan dedikasinya kepada organisasi.
·
Rasionalitas, semakin tinggi kedudukan manajerial seseorang
semakin besar pula tuntutan kepadanya untuk membuktikan kemampuannya untuk
berpikir. Hasil pemikiran itu akan terasa dampaknya tidak hanya dalam organisasi, akan tetapi juga dalam hubungan organisasi dengan
pihak-pihak yang berkepentingan di luar organisasi tersebut.
·
Objektivitas, pemimpin diharapkan dan bahkan dituntut berperan
sebagai bapak dan penasehat bagi para bawahannya. Salah satu kunci
keberhasilan seorang pemimpin dalam mengemudikan organisasi terletak pada
kemampuannya bertindak secara objektif.
·
Pragmatisme, dalam kehidupan
organisasional, sikap yang pragmatis biasanya terwujud dalam bentuk sebagai berikut :
pertama, kemampuan menentukan tujuan dan sasaran yang berada dalam jangkauan kemampuan untuk
mencapainya yang berarti menetapkan tujuan dan sasaran yang realistik tanpa
melupakan idealisme. Kedua, menerima kenyataan apabila dalam perjalanan hidup tidak
selalu meraih hasil yang diharapkan.
·
Kemampuan Menentukan Prioritas, biasanya yang menjadi titik
tolak strategik organisasional adalah “SWOT”.
·
Kemampuan Membedakan hal yang Urgen dan yang Penting
·
Naluri yang Tepat, kekampuannya untuk memilih waktu yang tepat
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
·
Rasa Kohesi yang tinggi, :senasib sepenanggungan”, keterikan
satu sama lain.
·
Rasa Relevansi yang tinggi, pemimpin tersebut mampu berpikir dan
bertindak sehingga hal-hal yang dikerjakannya mempunyai relevansi tinggi dan
langsung dengan usaha pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi.
·
Keteladanan,s seseorang yang dinilai pantas dijadikan sebagai
panutan dan teladan dalam sikap,
tindak-tanduk dan perilaku.
·
Menjadi Pendengar yang Baik
·
Adaptabilitas, kepemimpinan selalu
bersifat situasional, kondisonal, temporal dan spatial.
·
Fleksibilitas, mampu melakukan perubahan dalam cara berpikir, cara
bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi
tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip-prinsip hidup yang dianut
oleh seseorang.
·
Ketegasan
·
Keberanian
·
Orientasi Masa Depan
·
Sikap yang Antisipatif dan Proaktif
·
KERETAKAN DALAM ORGANISASI
Salah paham dalam menerima dan menafisrkan
pesan.
·
Prosedur hubungan dalam organisasi tidak diikuti dengan
benar. Misalnya, arahan dari pihak atasan langsung ke level paling bawah, tanpa
mengambil peranan pihak tengah (middle level) dalam organisasi.
·
Kurangnya komitmen penuh dalam kerja organisasi.
Aturan organisasi tidak
dipahami dan dihayati pleh anggota organisasi.
·
Adanya kepentingan pribadi. Organisasi dipergunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi.
·
Permasalahan yang tidak kunjung selesai, sehingga tidak muncul
kondisiorganisasi yang
nyaman.
·
Tidak adanya pembagian kerja dan juga pembagian keuntungan yang
adil..
Keretakan dalam organisasi dapat menumbuhkan citra negatif, dengan permasalah
yang saling terkait, antara lain :
·
Keretakan hubungan antara anggota organisasi.
·
Perselisihan yang terus berlarut-larut dan suasana organisasi yang muram.
·
Wujud sikap mementingkan diri sendiri.
·
Produktivitas organisasi merosot.
·
Ketidakstabilan organisasi akibat
dari retaknya hubungan.
·
Penyalahsunaan kekuasaan, mementingkan diri sendiri
·
PEMIMPIN VISIONER
Kepemimpinan visioner,
adalah pola kepemimpinan yang
ditujukan untuk memberi arti pada kerja dan usaha yang perlu dilakukan
bersama-sama oleh para anggota perusahaan dengan cara memberi arahan dan makna
pada kerja dan usaha yang dilakukan berdasarkan visi yang jelas (Diana
Kartanegara, 2003).
Kepemimpinan Visioner
memerlukan kompetensi tertentu. Pemimipin visioner setidaknya harus memiliki
empat kompetensi kunci sebagaimana dikemukakan oleh Burt Nanus (1992), yaitu:
·
Seorang pemimpin visioner harus memiliki kemampuan untuk
berkomunikasi secara efektif dengan manajer dan karyawan lainnya dalam organisasi. Hal ini membutuhkan pemimpin untuk menghasilkan “guidance, encouragement, and motivation.”
·
Seorang pemimpin visioner harus memahami lingkungan luar dan
memiliki kemampuan bereaksi secara tepat atas segala ancaman dan peluang. Ini
termasuk, yang plaing penting, dapat “relate skillfully” dengan orang-orang kunci di luar organisasi, namun memainkan peran
penting terhadap organisasi(investor,
dan pelanggan).
·
Seorang pemimpin harus memegang peran penting dalam membentuk dan mempengaruhi
praktek organisasi,
prosedur, produk dan jasa. Seorang pemimpin dalam hal ini harus terlibat dalam organisasi untuk
menghasilkan dan mempertahankan kesempurnaan pelayanan, sejalan dengan
mempersiapkan dan memandu jalan organisasi ke
masa depan (successfully achieved
vision).
·
Seorang pemimpin visioner harus memiliki atau mengembangkan “ceruk” untuk mengantisipasi
masa depan. Ceruk ini
merupakan ssebuah bentuk imajinatif, yang berdasarkan atas kemampuan data untuk
mengakses kebutuhan masa depan konsumen, teknologi, dan lain sebagainya. Ini
termasuk kemampuan untuk mengatur sumber daya organisasi guna memperiapkan diri menghadapi kemunculan
kebutuhan dan perubahan ini.
Barbara Brown mengajukan 10 kompetensi yang harus
dimiliki oleh pemimpin visioner, yaitu:
·
Visualizing.
Pemimpin visioner mempunyai gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai
dan mempunyai gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai.
·
Futuristic Thinking.
Pemimpin visioner tidak hanya memikirkan di mana posisi bisnis pada saat ini,
tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang diinginkan pada masa yang akan
datang.
·
Showing Foresight.
Pemimpin visioner adalah perencana yang dapat memperkirakan masa depan. Dalam membuat rencana tidak hanya
mempertimbangkan apa yang ingin dilakukan, tetapi mempertimbangkan teknologi,
prosedur, organisasi dan
faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi rencana.
·
Proactive Planning.
Pemimpin visioner menetapkan sasaran dan strategi yang spesifik untuk mencapai
sasaran tersebut. Pemimpin visioner mampu mengantisipasi atau mempertimbangkan
rintangan potensial dan mengembangkan rencana darurat untuk menanggulangi
rintangan itu
·
Creative Thinking. Dalam menghadapi tantangan
pemimpin visioner berusaha mencari alternatif jalan keluar yang baru dengan
memperhatikan isu, peluang dan masalah. Pemimpin visioner akan berkata “If it ain’t broke, BREAK IT!”.
·
Taking Risks.
Pemimpin visioner berani mengambil resiko, dan menganggap kegagalan sebagai
peluang bukan kemunduran.
·
Process alignment.
Pemimpin visioner mengetahui bagaimana cara menghubungkan sasaran dirinya
dengan sasaran organisasi.
Ia dapat dengan segera menselaraskan tugas dan pekerjaan setiap departemen pada
seluruhorganisasi.
·
Coalition building.
Pemimpin visioner menyadari bahwa dalam rangka
mencapai sasara dirinya, dia harus menciptakan hubungan yang harmonis baik ke dalam maupun ke luar organisasi. Dia aktif mencari peluang
untuk bekerjasama dengan berbagai macam individu, departemen dan golongan
tertentu.
·
Continuous Learning.
Pemimpin visioner harus mampu dengan teratur mengambil bagian dalam pelatihan dan berbagai
jenis pengembanganlainnya, baik di dalam maupun
di luar organisasi. Pemimpin
visioner mampu menguji setiap interaksi, negatif atau positif, sehingga mampu
mempelajari situasi. Pemimpin visioner mampu mengejar peluang untuk
bekerjasama dan mengambil bagian dalam proyek yang dapat memperluas pengetahuan, memberikan
tantangan berpikir dan mengembangkan imajinasi.
·
Embracing Change.
Pemimpin visioner mengetahui bahwa perubahan adalah suatu bagian yang penting
bagi pertumbuhan dan pengembangan. Ketika ditemukan perubahan yang tidak
diinginkan atau tidak diantisipasi, pemimpin visioner dengan aktif
menyelidiki jalan yang dapat memberikan manfaat pada perubahan tersebut.
Burt Nanus (1992),
mengungkapkan ada empat peran yang harus dimainkan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan
kepemimpinannya, yaitu:
·
Peran penentu arah (direction
setter). Peran ini merupakan peran di mana seorang pemimpin
menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu organisasi, guna diraih pada masa
depan, dan melibatkan orang-orang dari “get-go.”
Hal ini bagi para ahli dalam studi
dan praktekkepemimpinan merupakan
esensi dari kepemimpinan.
Sebagai penentu arah, seorang pemimpin menyampaikan visi, mengkomunikasikannya,
memotivasi pekerja dan rekan, serta meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan
merupakan hal yang benar, dan mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan
pada seluruh tahap usaha menuju masa depan.
·
Agen perubahan (agent
of change). Agen perubahan merupakan peran penting kedua dari
seorang pemimpin visioner. Dalam konteks
perubahan, lingkungan eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan
perubahan politis terjadi secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara
dramatis dan yang lainnya berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan
pelanggan dan pilihan berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan para stakeholders. Para pemimpin yang
efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan ini dan berpikir
ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah. Hal ini menjamin
bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-peristiwa yang
dapat mengancam kesuksesan organisasi saat
ini, dan yang paling penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko
yang dihitung pengambilan adalah juga penting lingkungan yang berubah.
·
Juru bicara (spokesperson). Memperoleh “pesan” ke
luar, dan juga berbicara, boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari
memimpikan masa depan suatu organisasi.
Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang mengetahui dan menghargai
segala bentuk komunikasi tersedia, guna menjelaskan dan membangun dukungan
untuk suatu visi masa depan. Pemimpin, sebagai juru bicara untuk visi, harus
mengkomunikasikan suatu pesan yang mengikat semua orang agar melibatkan diri
dan menyentuh visiorganisasi-secara
internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus “bermanfaat,
menarik, dan menumbulkan kegairahan tentang masa depanorganisasi.”
·
Pelatih (coach).
Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik. Dengan ini
berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama kelompok untuk mencapai
visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin mengoptimalkan kemampuan seluruh
“pemain” untuk bekerja sama, mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah
“pencapaian kemenangan,” atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih,
menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan, memberi
harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting bagi organisasi dan visinya untuk masa
depan. Dalam beberapa
kasus, hal tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih
tepat untuk ditunjuk sebagai “player-coach.”