Kategori: | Film |
Jenis | Lainnya |
Based on true story of Liz Murray
Ingin nulis review tentang film yang baru aku tonton ini. Homeless to Harvard, berdasarkan kisah nyata Liz Murray.
Filmnya di awali saat Liz sekitar umur 15 tahun. Ibunya berantem dengan kakaknya, Lisa, karena uang jaminan social yang mereka dapat setiap bulan. Sementara bapaknya yang genius sedang menonton acara quiz di TV dan bisa menjawab semua pertanyaan. Dia sedikit pun tidak terganggu akan keributan perkelahian istri dan anak-anaknya. Akhirnya Liz mengambil uang itu dan memberikannya pada ibunya. Dia memberikan semua uang tersebut hanya untuk melihat senyum ibunya. Lisa sangat marah karena dia sangat lapar.
Kemudian ibunya membawa uang itu untuk membeli narkoba. Liz mengajak bapaknya membuntuti ibunya. Sementara bapaknya menemani ibunya membeli narkoba dari pengedar pinggir jalan, Liz memungut sisa makanan yang di buang orang dari tempah sampah dan memakannya dengan lahap seperti sudah seminggu tidak makan. Gosh!
Sedari lahir, Liz sudah melihat orang tuanya menggunakan narkoba. Mereka tdk pernah hidup seperti anak-anak normal lainnya. Liz & Lisa selalu kelaparan, dan sering hanya makan es batu untuk menahan lapar, atau pasta gigi jadi makan malam mereka.
Rumah mereka sangat berantakan dan kotor, seperti kandang binatang. Akhirnya ibunya di tangkap polisi, dan masuk rehabilitasi. Liz & Lisa tak pernah sekolah. Tapi Liz selalu ikut ujian, dan lulus dengan nilai bagus. Dia sangat genius dan bapaknya selalu memberikan dia buku. Liz tak betah di sekolah karena dia sangat berbeda dengan anak-anak lain. Dia compang camping dan rambutnya kutuan. Dia tidak pernah mandi, karena orang tuanya tidak pernah mengajarinya hidup bersih. Dia menjadi anak yang selalu di olok-olok karena badannya kotor dan bau sekali.
Suatu hari ibunya keluar dari rehabilitasi dan dinyatakan mengidap HIV AIDS. Untuk menghindari pemakaian narkoba, ibunya pindah ke rumah kakeknya. Liz tinggal dengan bapaknya. Karena Liz tidak sekolah, Perlindungan anak membawa Liz ke panti penampungan anak. Disana dia trauma oleh kehidupan yang sangat keras dalam panti. Dia di bully oleh anak-anak panti, dan dia melihat anak panti saling nge-bully. Kemudian dia lari dari panti tersebut.
Dia kembali ke flat bapaknya, tapi ternyata bapaknya sudah tidak di sana. Dia ke rumah kakeknya, tapi kakeknya tidak suka pada Christ sahabatnya. Umur 16 tahun, Liz dan Christ mulai hidup menggelandang dan tidur di stasiun kreta bawah tanah. Tapi dia tetap mengunjungi ibunya yg tetap konsumsi alkohol. Liz menjaga dan memandikan ibunya. Bila sudah selesai mengurus ibunya, dia pergi lagi dari rumah kakeknya. Itu selalu dia lakukan. Dan dia makan dari mengemis bersama Christ dan teman2 lainnya.
Suatu hari dia ke bar tempat ibunya biasa minum. Dia tidak mendapatinya di sana. Orang di sana bilang bahwa ibunya sudah meninggal. Dia pergi ke tempat pemakaman bersama teman-temannya. Ini adalah scene yang sangat mengharu biru. Ada kakek dan Lisa disana. Kakeknya memandangnya dengan jijik, dan segera pergi menyeret Lisa begitu melihat Liz dan teman-temannya datang.
Ibunya hanya di masukkan pada peti kayu biasa. Tidak ada pendeta, tidak ada batu nisan, hanya bulldozer yang akan menimbun tanah itu supaya rata kembali. Di pemakaman itu Christ mengajaknya pergi ke rumah penampungan, tapi Liz menolaknya. Christ dan teman2 lainnya meninggalkannya di sana sendiri. Dia loncat ke peti ibunya dan tidur di atas peti mati itu. Dia pergi dari sana setelah di suruh oleh orang yang mau nimbun tanah tersebut.
Sepulang dari pemakaman itu, dia bertekat akan meneruskan impian ibunya, untuk bisa hidup lebih baik suatu hari nanti. Dia datang ke sebuah sekolah khusus dan berjuang keras supaya diterima. Dia berhasil masuk dan tidak pernah puas hanya dengan mendapat nilai A-(minus), dia harus mendapat A. SMA hanya dia selesaikan dalam 2 tahun. Kalau orang mengambil pelajaran 5 subject, dia ambis 10 dan tetap sekolah di waktu malam, dan tetap bekerja untuk kebutuhan hidupnya. Dia pulang dari sekolah paling akhir dan datang ke sekolah paling awal. Dia menjadi murid paling pintar di sekolah tersebut dan mendapat kesempatan jalan-jalan ke Harvard selama 5 hari.
Sejak kunjungan ke Harvard itu, dia membangun impiannya supaya bisa kuliah di sana. Dan akhirnya ia berhasil kuliah disana dengan beasiswa dari New York Times. Dan yang paling hebat adalah, dia tinggal di jalanan ketika menjadi murid terpintar di sekolahnya. Dia masih tidur di stasiun kereta saat dia menyelesaikan 2 tahun SMA nya. Perjuangan yang luar biasa.
Tapi pada tahun 2000 dia meninggalkan Harvard untuk merawat bapaknya yang sakit AIDS. Dia kuliah di Columbia University untuk lebih dekat dengan bapaknya. Dia juga bekerja sebagai pembicara motivasi (motivator). Bapaknya meninggal tahun 2006. Liz kemudian kembali ke Harvard tahun 2006 dan lulus tahun 2009.
Oprah Winfrey memberinya Chutzpah award, dan dia telah bertemu Bill Clinton. Dia juga menjadi salah satu pembicara dalam event-event besar bersama Tony Blair, Mikhail Gorbachev dan Dalai Lama. Dia menyemangati remaja supaya tidak menggunakan narkoba.
Tahun 2010 Liz merilis bukunya yang berjudul Breaking Night: A Memoir of Forgiveness, Survival, and My Journey from Homeless to Harvard, dan menjadi bestseller di list the New York Times.
Yang aku salut dari kepribadian Liz adalah ketulusannya menjalani hidup dan daya juangnya yang luar biasa. Dia tidak pernah membenci ibunya, ayahnya, kakaknya atau kakeknya yang kalaupun dia lakukan kita akan maklum. Dia tidak pernah diurus orang tuanya, tapi dia yang mengurus mereka. Dia meninggalkan Harvard untuk mengurus bapak yang tak pernah mengurusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar